Tammy Abraham: Dari London ke Roma, Striker Inggris yang Nyasar Tapi Bersinar


Di zaman ketika pemain Inggris jarang berani keluar dari Premier League, Tammy Abraham justru ambil jalan yang nggak umum. Bukan karena dia kehabisan pilihan, tapi karena dia sadar: buat berkembang, lo harus berani cabut dari zona nyaman.
Dan hasilnya? Dalam waktu kurang dari semusim di Roma, Tammy berubah dari “cadangan di Chelsea” jadi striker utama yang dibela publik Olimpico mati-matian.
Awal Karier: Anak Akademi Chelsea dengan Potensi Besar
Tammy Abraham lahir 2 Oktober 1997 di Camberwell, London. Sejak kecil, dia udah jadi bagian dari akademi Chelsea, bareng angkatan pemain muda kayak Mason Mount dan Reece James.
Di usia muda, Tammy udah kelihatan punya modal:
- Postur tinggi menjulang (1,90m)
- Naluri gol murni
- Bagus di bola udara
- Gaya main striker klasik, tapi bisa adaptif
Dia cetak puluhan gol di level akademi, dan akhirnya debut di tim utama Chelsea tahun 2016. Tapi karena persaingan brutal, Tammy sempat dipinjamkan ke:
- Bristol City – 23 gol, langsung jadi top scorer
- Swansea – lebih sulit, tapi belajar banyak
- Aston Villa – 26 gol, promosi ke Premier League
Performa dia di Villa bikin Chelsea manggil dia balik dan kasih nomor punggung 9. Tapi jadi striker Chelsea bukan hal gampang.
Chelsea: Awal Cerah yang Padam Terlalu Cepat
Musim 2019/20, Tammy dipromosikan ke tim utama Chelsea di bawah Frank Lampard, dan langsung meledak:
- Cetak 15 gol di Premier League
- Jadi top scorer klub
- Bikin koneksi bagus dengan Mount & Pulisic
Tapi sayangnya, setelah itu Chelsea mulai belanja besar-besaran: datang Timo Werner, Kai Havertz, dan kemudian Thomas Tuchel ganti Lampard. Tammy mulai kehilangan tempat.
Musim berikutnya, dia:
- Kurang dapat menit main
- Kadang nggak masuk skuad
- Mental turun karena kepercayaan pelatih hilang
Akhirnya, Chelsea setuju lepas Tammy ke AS Roma dengan harga sekitar €40 juta. Banyak yang anggap ini langkah ke belakang. Tapi buat Tammy, ini justru momen kebangkitan.
Roma: Eksperimen Gila yang Berubah Jadi Kisah Cinta
Musim panas 2021, José Mourinho datang ke Roma dan langsung minta satu hal: “Saya mau Tammy.”
Dan Roma langsung gerak cepat. Transfer ini awalnya bikin banyak yang bingung: striker Inggris ke Serie A? Belum pernah ada yang benar-benar berhasil sejak era David Platt.
Tapi Tammy langsung nyetel:
- Debutnya meyakinkan
- Cetak gol penting di derby lawan Lazio
- Adaptasi cepat dengan gaya main Serie A
- Langsung jadi favorit Curva Sud
Musim pertamanya, dia cetak 27 gol di semua kompetisi — rekor gol tertinggi pemain debutan Roma sepanjang sejarah.
Gaya Main: Striker Modern yang Bisa Banyak Hal
Tammy bukan cuma striker jangkung. Dia punya toolkit yang makin komplet:
- Kuat di duel udara
- Jago gerak di belakang garis pertahanan
- Punya pace yang underrated
- Finishing dari semua sudut
- Bisa bantu build-up, drop ke tengah, link-up play
Dia cocok banget buat sistem Mourinho yang mengandalkan transisi cepat dan striker target man. Tapi Tammy bukan cuma target — dia juga pelari, finisher, dan kadang playmaker ketiga.
Statistik Musim 2021/22: Top, Gak Cuma Untuk Ukuran Roma
- 27 gol, 5 assist
- Jadi top scorer Roma
- Bantu Roma juara UEFA Conference League
- Dapat panggilan Timnas Inggris lagi
- Dicintai fans karena kerja keras & ekspresi jujur di lapangan
Tammy bawa energi baru ke sepak bola Italia. Buat fans Roma yang udah lama ngerasa stuck, dia kayak nyalain lampu harapan.
Tantangan Musim Berikutnya: Cedera, Tekanan, dan Mental
Musim 2022/23 dan 2023/24 nggak sebaik musim debutnya:
- Gol menurun drastis
- Beberapa kali kena rotasi
- Puncaknya: cedera ACL serius di akhir musim, bikin absen berbulan-bulan
Saat Tammy cedera, Roma struggling di depan. Dan fans mulai khawatir apakah Tammy bisa balik ke versi terbaiknya.
Tapi semua sinyal dari klub dan tim medis bilang: Tammy serius buat comeback. Dia nggak cuma pulih, tapi juga kerja keras buat balik lebih kuat.
Mentalitas: Inggris Tapi Punya Jiwa Roma
Yang bikin Tammy unik:
- Nggak pernah komplain di media
- Belajar bahasa Italia cepat
- Punya gestur yang connect banget dengan fans
- Respect ke budaya klub
- Sering jadi motivator di ruang ganti, meski lagi cedera
José Mourinho pernah bilang:
“Tammy bukan cuma striker saya. Dia pemain yang cinta klub ini.”
Itu pernyataan yang nggak sembarangan.
Timnas Inggris: Masih Ada Slot, Tapi Harus Balik Tajam
Tammy masuk skuad Inggris untuk Euro 2020 dan sempat dapat menit main di kualifikasi Piala Dunia. Tapi dengan munculnya nama-nama kayak Harry Kane, Ivan Toney, Ollie Watkins, dan bahkan Dominic Calvert-Lewin, persaingan makin gila.
Kalau Tammy mau kembali ke skuad utama, dia harus:
- Balik dari cedera dengan cepat
- Cetak gol secara konsisten
- Tunjukkan bahwa dia lebih dari sekadar striker cadangan
Kalau Mourinho kasih dia tempat setelah pulih, dan Tammy bisa deliver — peluang itu masih terbuka.
Kenapa Gen Z Harus Lihat Perjalanan Tammy Abraham?
Karena Tammy nunjukin bahwa:
- Lo boleh gagal, tapi jangan berhenti
- Keluar dari liga besar bukan berarti gagal — kadang justru jadi jalan lo bersinar
- Cedera bisa jadi momen refleksi, bukan akhir segalanya
- Adaptasi dan attitude itu separuh dari kesuksesan
Tammy bukan striker yang hidup dari hype. Dia pemain yang bikin kariernya hidup lagi karena keberanian dan kerja keras.
Kesimpulan: Tammy Abraham, Striker Inggris yang Nggak Takut Reboot
Tammy pernah jadi top scorer Chelsea, lalu kehilangan tempat. Tapi dia berani ngambil jalan yang beda — ke Italia, ke Roma, ke pelukan fans yang awalnya skeptis tapi akhirnya jatuh cinta.
Sekarang dia dalam fase comeback. Dan kalau lo ngerti bola, lo tahu — striker yang pernah naik setinggi itu pasti punya jalan buat balik.
Tammy Abraham bukan cuma soal gol, tapi soal proses dan pembuktian.